Cinta diatas Sajadah

“Cinta di atas sajadah” 1

Di sebuah desa di jawa timur, hiduplah seorang gadis solihah, yang sangat baik budi pekerti serta tutur katanya. Bukan itu saja iman dan ketaqwaan nya kepada sang pencipta dan ia memiliki paras yang cantik lahir dan batin. Subhanallah…
Sebut saja Aisyah… ia hanya tinggal bersama ibunya, karena ayahnya telah lama meninggal.
Dia sangat berbakti kepada ibunya. Tak pernah sedikitpun ia melukai hati sang ibu…
Mereka tinggal dengan keadaan ekonomi yang pas pasan. Walau demikian Aisyah dan Ibunya tak pernah sedikit pun mengeluh dengan apa yang telah Allah anugrahkan pada mereka, meski hanya menjadi petani tapi Aisyah dan Ibunya selalu bersyukur, karena di luar sana masih banyak orang yang hidupnya lebih kekurangan daripada mereka.
Mereka pun tak lupa selalu berbagi dengan sesama, dengan orang orang yang membutuhkan, dengan anak yatim piatu, di kala mereka sedang di beri rizki lebih oleh Allah.

Di sisi lain, hidup lah seorang pemuda yang di mana pemuda itu adalah anak dari seorang kiyai besar di daerahnya. Pemuda itu sangat soleh dan patuh kepada kedua orang tuanya. Meski demi kian, ia tak pernah bersombong diri dengan apa yang ia miliki. Ia juga tidak pernah menyombongkan diri bahwa ia adalah anak dari kiyai besar.
Sebut saja pemuda ini Gus Hasan.
Gus Hasan baru saja menyelesaikan mondoknya di salah satu pondok pesantren di Jawa Timur, dan sekarang menetap bersama orang tuanya.

Pada suatu pagi yang cerah, Gus Hasan pun berajalan jalan menikmati keindahan dan kesejukan pemandangan yang ada di sekitar desanya bersama seorang temannya yang juga seorang santri di pondok Abahnya yang bernama Hamzah.
Sambil bercerita cerita bahwa ia sangat rindu sekali dengan suasana seperti ini, karena ketika di pondok tak bisa merasakan seperti ini.
Saat Gus Hasan berjalan di sekitar persawahan, tiba tiba terdengar seorang perempuan yang sedang membaca lantunan ayat suci Al-qur’an. Gus Hasan pun terhenti langkahnya seketika mendengar itu, dalam hatinya berkata:

“Subhanallah, betapa indahnya lantunan ayat suci dari kalamMu Ya Allah, betapa tersentuh hati ini mendengarnya. Dan siapakah kaum hawa ini yang melantunkan kalamMu dengan begitu indah ini. Sungguh ia termasuk golongan wanita sholehah.”

Dengan terheran heran, Hamzah pun bertanya, “Ada apa Gus? Mengapa tiba tiba langkahmu berhenti?”

“Siapakah gerangan yang membaca kalamullah ini dengan merdunya?” Tanya Gus Hasan.

“Oh, itu Aisyah.” Ujar Hamzah sambil menunjuk perempuan yang sedang duduk di sebuah gubuk di tengah sawah.
Setelah itu Gus Hasan hanya merespon dengan senyumnya sembari melihat ke arah Aisyah sekilas, lalu meneruskan perjalanannya.

Pada mulanya memang Gus Hasan hanya cukup tahu saja dengan Aisyah. Tetapi setiap kali ia sedang jalan jalan pagi mengitari sawah itu, ia selalu mendengar Aisyah melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan indahnya serta, karena keistiqomaahan dan kealiman Aisyah, membuat Gus Hasan jatuh hati. Hari demi hari rasa itu ia pendam dalam hatinya, karna ia malu pada dirinya sendiri ketika melihat ciptaan Allah yang begitu luar biasanya. Ia hanya bisa berharap semoga Allah bisa mempertemukannya.

Suatu ketika, Aisyah di suruh ibunya pergi ke warung untuk membeli minyak. Di tengah perjalanan Aisyah melihat seorang laki laki yang soleh, gagah nan tampan sedang menyapu halaman rumah pondoknya. Gus Hasan, iya Gus Hasan. Itulah sesosok laki laki yang sedang ia lihat, siapa yang tak kenal, hormat dan kagum dengan Gus Hasan, karna dia adalah anak dari seorang Kiyai besar di daerahnya.
Aisyah kagum dengan kerendahan diri Gus Hasan, ia seorang anak kiyai, tetapi ia tak ingin di anggap dirinya anak kiai, ia selalu berprilaku seperti orang pada umumnya. Karna ia tak ingin di segani orang karena hanya mentang mentang Abahnya seorang kiai besar.
Dengan adanya sifat itulah yang membuat Aisyah jatuh hati pada Gus Hasan. Namun apalah daya, Aisyah tak ingin banyak berharap lebih.

“Cinta di atas Sajadah” 2

Karena ia menyadari bahwa dirinya adalah orang biasa, sedangkan Gus Hasan adalah seorang anak dari kiai besar. Dan akhirnya ia memendam rasa ini sampai Allah menakdirkan hal ini. Ia tidak tahu bahwa Gus Hasan pun memiliki perasaan yang sama padanya. Ia hanya berharap pada Sang pencipta, jika ini adalah jalanya maka Allah akan mempertemukanya.

Aisyah memang sangat taat beribadah, sebagai mana ajaran yang telah di ajarkan ayahnya kepadanya, agar bisa jadi muslimah yang baik. Dan Aisyah pun tak pernah ketinggalkan melakukan sholat sunah terutama sholat yang di lakukan pada 1/3 malam, yaitu shalat tahajud.

Waktu menunjukan petang, setelah lulus dari pondok Gus Hasan membantu Abah nya mengajar di Pondok Pesantren nya. Karena Abahnya sudah cukup sepuh untuk melakukan aktivitas yang sangat padat, jadi hampir 2/3 pengajaran d Pondok pesantren di pimpin oleh Gus Hasan.

Di sisi lain, Aisyah juga mengajar ngaji anak anak d lingkungan rumahnya. Dia sangat telaten dan ulet mengajarkan satu demi satu huruf kepada anak anak itu, yang dari mulanya tidak tau huruf sama sekali, sampai anak anak itu pintar membaca Al-qur’an.

Waktu menunjukan sepertiga malam, Aisyah pun terbangun dari tidurnya dan langsung mengambil air wudlu.
Sholat lah ia dengan sangat khusyuk. Kemudian dalam do’anya tak pernah lupa selalu mendo’akan ke 2 orang tuanya, dan juga selalu meminta agar kelak yang akan jadi jodohnya adalah seseorang yang bisa merubah dirinya menjadi muslimah yang lebih baik lagi. Sederhana sekali yang ia Minta, ia tak pernah mengeluh atas apa yang telah Allah berikan, dan ia pun selalu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan.

“Cinta di atas Sajadah” 3
Di waktu yang sama, Gus Hasan pun melakukan sholat tahajud. Ini memang menjadi kebiasaan beliau sejak kecil hingga saat ini. Tapi ada yang berbeda dengan do’a yang Gus Hasan curahkan kepada Allah. Ia menyelipkan sebuah curahan hati kepada Penciptanya.
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau yang maha tau segala isi hati hamba hambamu ini Ya Allah… Engkau lah yang Maha membolak balikan hati manusia, dan Engkau pula lah Maha pemilik hati setiap manusia…”
“Ya Allah, kini aku telah Jatuh hati pada salah satu makhluk ciptaanMu. Ya Allah….. Aku tak mau membuat Engkau cemburu dengan ini, karna aku telah Jatuh hati kepada selainmu dan Rasulmu… Aku jatuh hati kepada dia, karna ketaatannya Padamu… karna setiap aku mengingatnya aku selalu teringat padamu Ya Allah…”
“Ya Allah, Maha pemilik hati manusia… Jika memang dia yang terbaik untuk hamba, maka dekatkan lah… Aamiin..”
Itulah do’a Gus Hasan yang kini selalu ia selipkan pada do’a di atas sajadahnya ketika shalat tahajud.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, hingga beberapa tahun ia rasa itu pun tak pernah lekang oleh waktu… begitupun dengan Aisyah yang merasakan hal yang sama.

Hingga pada suatu ketika Abahnya Gus Hasan melihat Gus Hasan sedang duduk. Tatapannya lurus memandang ke depan dan entah apa yang ia lihat, tatapannya seperti sedang menerka nerka sesuatu. Abahnya pun menghampirinya.

“Ada apa gerangan anakku, Abah lihat akhir-akhir ini kau sedang memikirkan sesuatu..”ucap Abahnya.

Gus Hasan pun menoleh sembari tersenyum tipis, lalu berkata,”Tidak Bah,” rupanya ia belum ingin bicara tentang apa yang terjadi saat ini pada dirinya.

“Cinta di atas Sajadah” 4

Sambil memegang pundak Gus Hasan, Abah nya pun berkata, ” Jika kau memang bingung terhadap suatu hal, maka Istikharah lah anakku, minta lah petunjuk kepada Allah. Abah pesan selalu lah engkau melibatkan apa pun dengan Allah. Jangan lah engkau mengambil suatu keputusan tanpa melibatkannya… karna Dia lah Maha tahu apa yang terbaik untuk hambanya.”

Mendengar perkataan Abahnya, Gus Hasan pun tersenyum sambil berkata, “nggih Bah,” ucapnya dengan lembut pada Abahnya.

Dan pada suatu malam, Gus Hasan tidak hanya melakukan sholat tahajud, tapi setelah itu beliau melakukan sholat istikharah juga. Ia berharap agar di beri petunjuk oleh Allah SWT.

“Ya Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Memiliki Kehidupan, Yang Maha Tau segala hal, Yang Maha Tau apa yang terbaik untuk hambanya. ”
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Tau apa yang hambaMu rasakan.”
“Ya Allah, hambaMu ini ingin minta petunjukMu Ya Allah… Jika memang Aisyah itu Jodohku satukanlah kami dalam satu ikatan yang suci Ya Allah… Jika dia yang terbaik untukku, mudahkanlah jalanku untuk lebih dekat padanya Ya Allah… Hamba mohon petunjukMu… Apa yang terbaik untuk hamba… Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin.”
Begitulah do’a yang Gus Hasan panjatkan kepada Allah SWT.

Setelah melakukan sholat, Gus Hasan pun kembali melanjutkan tidurnya…

Dan apa yang terjadi, Gus Hasan bermimpi bertemu dengan sekor merpati putih yang cantik nan indah bulunya…. merpati itu terbang di angkasa, kemudian lama kelamaan mendekat kepadanya. Lalu Gus Hasan menangkapnya…
tiba tiba Ummi nya membangunkan Gus Hasan.
“Le, bangun nak, sudah subuh. Di tunggu Abahmu di depan.” Sembari mengusap kening Gus Hasan dengan lebut.

Gus Hasan pun terbangun.
“Nggih Mi.”
Sembari berjalan mengambil air wudlu.

“Cinta di atas Sajadah” 5

Shalat subuh berjamaah pun telah selesai… seperti biasa setelah sholat subuh Gus Hasan selalu berjalan jalan di sekitar desanya, tapi kali ini berbeda, yang biasanya di temani oleh Hamzah, kali ini Gus Hasan berjalan pagi dengan Abahnya.

Di perjalanan Gus Hasan sembari memikirkan apa yang tadi ia mimpikan… apa pertanda mimpi itu… mengapa seekor merpati itu menghampirinya… apakah benar ini pertanda baik?
Segala pertanyaan terbesit dalan benaknya…

Mengerti dengan apa yang terjadi pada anak tunggalnya ini, Lalu berkata dengan lembut kepada Gus hasan sembari memegang pundaknya.
“Bagai mana Hasan? Apakah kamu telah melakukan sholat istikharah itu?”
“Iya Bah sudah” jawab Gus Hasan lirih.

Abahnya pun tersenyum, lalu berkata,
“Meski engkau tidak bercerita sesuatu apapun kepada Abahmu ini, tapi abah tau apa yang kau fikirkan saat ini, Abah tau apa yang terjadi padamu saat ini.” Ucapnya sambil menerawang kedepan.

Gus Hasan pun menoleh ke arah Abahnya, dengan mengerutkan keningnya seakan penuh tanya… mengapa abahnya berbicara seperti itu. Tanpa ada kata apapun yang terucap dari mulutnya.

Abahnya pun kembali meneruskan perkataannya.
“Abah tahu engkau sedang jatuh hati pada seorang gadis. ”
“Apa yang engkau mimpikan Hasan?”
Tanya sang Abah kepada Gus Hasan.

Ketika itu Gus Hasan sadar, memang setiap apa yang ia fikirkan pasti Abahnya selalu tau. Itulah kelebihan abahnya… entah dari siapa entah dari mana pasti abanya tau apa yang terjadi padanya.

Gus Hasan pun memaparkan apa yang ia mimpikan setelah sholat istikharah itu. Dan bertanya apa pertanda mimpi itu.

Abahnya pun menjawab, “Persuntinglah dia anaku, karena Allah telah memberikan petunjuk itu.”
“Insyaallah dia adalah yang terbaik yang Allah berikan untukmu nak”
“Abah dan ummi mu pasti setuju dengan keputusanmu, jika memang keputusan mu adalah yang terbaik yang kau pilih untuk hidupmu”

Setelah mendengar penjelasan Abahnya itu, Gus Hasan tersenyum yakin, bahwa Aisyahlah yang terbaik untuknya.

Setelah mendapatkan restu dari Abah dan ummi nya, Gus Hasan pun meminta izin untuk meminang Aisyah besok hari.

“Cinta di atas Sajadah” 6

Di waktu yang sama ketika Gus Hasan bermimpi, ternyata Aisyah pun bermimpi.
Dalam mimpinya ia berada di tempat yang sangat subur dan indah… diamana di situ terdapat air terjun yang jernih airnya, juga banyak bunga bunga warna warni yang indah. Kemudian ia berjalan jalan di tempat tersebut sembari mengucap subhanallah berkali kali. Tak berselang lama dari kejauhan ia melihat sekor kuda putih yang sedang menghampirinya… sungguh gagah dan rupawan kuda tersebut, sehingga Aisyah pun terpesona melihatnya.
Setelah kuda itu tepat di dekatnya, seperti mengisyaratkan sesuatu, kuda itu ingin Aisyah naik di atasnya.. kemudian Aisyah pun menaiki kuda tersebut.

Begitulah mimpinya, dia pun sempat heran, apa pertanda mimpi itu… apa maksudnya dengan adanya kuda Putih yang gagah rupawan itu. Dia pun sempat bertanya kepada ibunya, tapi ibunya hanya tersenyum lalu berkata, “mungkin itu hanya bunga tidur nak.”

Setelah itu pun Aisyah tidak pernah mempermasalahkan lagi mimpi itu, meski tak jarang, perasaan penasaran itu pun menghampirinya.

Keesokan harinya ketika Aisyah sedang memasak di dapur, dan ibunya tengah menyapu halaman ada rombongan keluarga kiyai besar yang menuju ke rumahnya. Ketika itu Ibunya Aisyah yang sedang menyapu halamn pun kaget, ada apa gerangan keluarga kiyai besar ke rumahnya… tak biasanya mereka ke sini. Keluarga kiyai besar itu tidak lain hanyalah keluarga dari Gus Hasan yang Akan meminang Aisyah.

“Assalamu’alaikum.Wr.Wb” dengan serentak Gus Hasan sekeluarga mengucap salam kepada Ibunya Aisyah.
“Waalaikumsalam.Wr.Wb.” Ibunya Aisyah menjawab dengan sedikit gugup dan kepala tertunduk. Lalu mempersilahkan Gus Hasan sekeluarga masuk ke rumahnya yang terlihat terlalu sederhana untuk seorang Kiyai besar seperti Abahnya Gus Hasan sekeluarga.

Aisyah yang tadinya sedang memasak, la langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya, karna ia tak ingin mendengar pembicaraan siapapun.

“Cinta di atas Sajadah” 7

Memang demikian lah yang selalu di ajarkan oleh Ayahnya kepadanya.

Karna penasaran, Ibunya Aisyah pun bertanya kepada Abahnya Gus Hasan,
“Mohon maaf sebelumnya saya lancang bertanya kepada kiyai, kalo boleh tahu ada Apakah gerangan Kiyai sekeluarga datang ke gubuk saya ini?” Ibunya aisyah bertanya sembari menundukkan kepalanya.
“Kami juga mohon maaf sebelumnya, jika kehadiran kami membuat ibu kaget, dan bertanya ada apakah ini?”
“Kami kesini bermaksud memenuhi permintaan anak kami ini” ucap Abahnya Gus Hasan sembari menepuk pundak anak nya.

Lalu Gus Hasan pun menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah Aisyah. Yang tak lain yaitu untuk meminang Aisyah. Ia menjelaskan bahwa sebenarnya ia sudah lama jatuh hati pada Aisyah… tapi ia merasa tak pantas karena ia merasa Aisyah terlalu baik untuknya… tapi pada akhirnya kini ia memberanikan diri. Walau ia belum yakin bahwa aisyah akan menerimanya.

Mendengar pernyartaan Gus Hasan tersebut ibunya Aisyah berkata ” Seharusnya bukan panjenengan yang minder Gus. Justru kami yang harusnya minder. Kami tak menyangka bahwa sebenarnya panjenengan yang jatuh hati pada anak saya. Apalah kami ini, hanya orang biasa, yang nasabnya tak sebanding dengan panjenengan.”

“Jangan bicara seperti itu bu. Karna sebenarnya semua orang itu sama di mata Gusti Allah.” Ucap Gus Hasan.

Ibunya Aisyah pun tersenyum. Dalam hatinya ia merasa kagum sekali dengan keluarga Gus Hasan ini, yang tak pernah menganggap remeh siapapun. Ia sangat senang sekali dan beruntung karena Gus Hasan ternyata jatuh hati pada putrinya.

“Cinta di atas Sajadah” 8

Lalu Ibunya Aisyah pun memanggil Aisyah untuk menemui Gus Hasan sekeluarga. Dan ketika ibunya memanggil Aisyah yang sedang di kamar, ketika itu ibunya menceritakan apa maksud Gus Hasan sekeluarga datang ke sini. Lalu Aisyah ketika ia mendengar cerita bahwa keluarga gus Hasan tiba ia langsung terkejut padanya. Pada awalnya ia tidak percaya namun hampir setelah ibunya menjelaskan berulang kalinya baru ia bisa menerimanya. Ia tidak menyangka bahwa orang yg selama ini ia cintainya kini datang untuk menemuinya, dengan spontan ia langsung keluar dari kamarnya. Setelah keluar ia pun mulai tertegun dalam hatinya, “Subhanallah, Engkau memang maha pemurah lagi Maha tahu segala isi hati hambaMu. Bersyukur lah hamba, atas nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba Ya Allah. Seorang laki laki yang ada di hadapan hambamu ini adalah laki laki yang hamba idam idamkan… ternyata semuanya tak akan jadi mustahil bila Engkau telah berkehendak.”

“Cinta di atas Sajadah” 9

Begitu pun dengan Gus Hasan, betapa tekejutnya Gus Hasan melihat seorang Aisyah, yang tak pernah ia bayangkan seperti apa parasnya itu.
Ternyata Aisyah adalah gadis yang sanagt Cantik, bukan hanya parasnya, hati Aisyah pun sangat cantik, apa lagi di tambah ketaqwaan nya kepada Allah SWT. Dengan spontan Gus Hasan mengucap, “Subhanallah”… dan berkata dalam hatinya,” Ya Allah… betapa cantiknya wanita ini, ternyata bukan hanya sekedar yang aku tahu saja, Aisyah seorang wanita yang sangat taat kepadaMu, tapi engkau juga menganugrahkan kecantikan lahir dan batin kepadanya.” Ketika itu pun Gus Hasan tersadar bahwa Aisyah telah datang.
Aisyah pun duduk sembari menunduk.
Lalu Abahnya Gus Hasan bertanya kepada Aisyah.
“Wahai Aisyah, apakah ibumu telah menceritakan apa maksud kedatangan kami?.”

“Sudah kiyai.” Jawab Aisyah sembari mengangguk.

“Lantas apa jawabanmu wahai Aisyah?” Abahnya Gus Hasan pun melanjutkan pertanyaan nya.

“Mohon maaf sebelumnya, kalo boleh saya tahu kenapa Gus Hasan ingin memilih saya untuk jadi pendampingnya? Apalah saya ini, hanyalah gadis desa yang tak punya apa apa, saya juga tidak berasal dari keluarga yang sebanding dengan Gus?” Tanya Aisyah kepada Gus Hasan dengan lembut, sembari masih menunduk.

“Ketahuilah Wahai Aisyah, saya Jatuh hati kepadamu bukan karna apa yang engkau miliki sekarang, dan aku tak perduli dari keluarga mana engkau berasal. Tapi aku mencintaimu karna Iman dan taqwamu, karna hatimu, dan juga karna ketaatan mu kepada Allah. Aku mencintaimu karna Allah wahai Aisyah.” Begitulah jawaban Gus Hasan dari pertanyaan yang di lontarkan Aisyah kepadanya.

“Cinta di atas Sajadah” 10

Setelah mendengar jawaban Gus Hasan… akhirnya Aisyah pun bisa lega dan sangat bersyukur atas nikmat Allah ini yang ia dapat. Ia pun tak menyangka ternyata Gus Hasan mempunyai perasaan yang sama dengan nya. Dan ternyata Gus Hasan pun sama sama sudah memendam rasa padanya sejak lama. Mungkin ini pulalah jawaban dari mimpi itu, seekor kuda putih yang gagah menawan adalah simbol dari jelmaan seorang anak Kiyai besar, yang mempunyai akhlak mulia, bijaksana, soleh, tampan, gagah, dan pasti orang yang bisa menuntunnya menjadi muslimah yang lebih baik.

Akhirnya saat akad pun tiba… Gus Hasan yang mengenakan jubah putih, dan di balut jas putih yang warnanya selaras dengan jubah, di tambah indah dengan corak berwarna keemasan di bagian kerah dan bagian dadanya, dan di sempurnakan oleh sorban imamah di kepala, dan sorban yang di sampirkan di pundak yang warnanya selaras dengan corak bajunya… menambah ketampanannya.

Kata “SAH” pun terucap dari semua saksi yang menghadiri… dan semuanya mengucap Alhamdulillah… terutama Gus Hasan yang sangat bersyukur bisa mempersunting Aisyah.
Begitu juga dengan Aisyah yang mendengar kata “SAH” dari semua orang, sontak ia langsung mengucapkan “Alhamdulillah…” ia sangat bersyukur kepada Allah karena semuanya di lancarkan sapai Halal…
Lalu Aisyah pun di antar menemui Gus Hasan

“Cinta di atas Sajadah” 11

Ketika Gus Hasan melihat kedatangan Aisyah, ia terpaku dan matanya berbinar binar, dan terpancar kebahagiaan dari matanya. Di tambah dengan kecantikan Aisyah yang mengenakan gaun pengantin putih yang bercorak warna keemasan yang selaras dengan yang di kenakan Gus Hasan.

Lalu di ciumlah tangan Gus Hasan oleh aisyah, bersamaan dengan di ciumnya kening Aisyah oleh Gus Hasan… terlihat jelas sekali kebahagiaan dari mereka dan segenap orang tua dan sanak saudara yang hadir.

Begitu pula dengan para tamu undangan yang hadir… mereka pun turut berbahagia dengan kebahagiaan itu…

Akhirnya cinta yang tersimpan sejak lama dalam hati masing masing ini, akhirnya di pertemukan dan di persatukan juga oleh Allah SWT. Inilah salah satu bentuk Keagungan dan Ketentuan Allah yang pasti. Jika siapapun hambaNya yang tak henti meminta kepadaNya, dan selalu melibatkan sesuatu hal apapun denganNya, niscahya keinginan itu akan tercapai.

*TAMAT*

Amanat:
“Pendamping hidup yang baik adalah ketika engkau melihatnya, engkau selalu ingat kepada Allah dan RasulNya. Maka pendamping yang demikianlah yang akan menggenggamu, bukan hanya di dunia, tetapi kelak akan membawamu menuju gerbang syurga”
_Gus Hafidz Hakiem Noer_

Karya: Tia Maulida Karani

Diterbitkan oleh Catatan Harian Santri

Belajar di: 1. Pondok Hidayatul Mubtadiin Al-Inaaroh 2 Buntet Pesantren Cirebon 2. IAIN (Insistut Agama Islam Negeri) Syekhnurjati Cirebon

8 tanggapan untuk “Cinta diatas Sajadah

Tinggalkan komentar